Renungan Kristen Protestan, 3/3/2019 : Beta Ni Sapa, Bukan Ko Beta Na!

Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA 
Renungan Kristen Protestan, 3 Maret 2019: Beta Ni Sapa, Bukan Ko Beta Na!

Oleh: Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA

POS-KUPANG.COM - DALAM tradisi Kristen hari ini 3 Maret 2019 kita memasuki Minggu Sengsara Yesus Kristus yang pertama. Kita semua bersyukur karena kasih Tuhan, sehingga kita dapat memasukinya dalam keadaan selamat.

Puji Tuhan. Kita dituntun oleh Tuhan mengalami berbagai hal baik suka maupun duka. Sehat maupun sakit, berkekurangan maupun berkelebihan.

Ada sesuatu yang menarik dari cerita Injil Lukas dalam pasal 9:18-25. Penempatan kisah pengakuan Petrus ini, dari si Penulis Injil Lukas ini ditempatkan langsung setelah Yesus memberikan makan lima ribu orang.

• Bawaslu Nagekeo Adakan Rakor Bersama Sentra Gakkumdu

Penempatan ini berbeda dengan kisah yang sama menurut injil Matius (lihat pasal 16: 13-28) dan Markus (lihat pasal 8:27-9:1). Menurut I.H. Marshall (Luke, dalam New Bible Commentary, Editor Donald Guthrie, dkk, Intervarsity Press, Leicester-England, 1970, hal. 903), si penulis Lukas merasa bahwa para pembaca sudah cukup mendapatkan gambaran siapakah Yesus sebetulnya dan akan sepakat dengan isi pengakuan Petrus mewakili para murid atau orang banyak pada waktu itu bahwa Yesus adalah sang Mesias Juruselamat dunia.

Ini menunjukkan bahwa siapakah Yesus berdasarkan pengakuan Petrus bukan sebuah pengakuan yang kosong, namun muncul dari sekian banyak fakta yang dikerjakan Yesus sendiri, yang menunjukkan kualitas, kapasitas dan integritas Yesus yang sesungguhnya.

• TNI Turun Tangan, Warga Terdampak Bencana Angin Puting Beliung Ucapkan Terima Kasih

Siapakah Yesus sudah tergambar sejak kelahirannya dan silsilahnya (Lukas 2:1-3:38), saat dicobai di padang gurun (Lukas 4:1-30) , di rumah ibadah di Kapernaum (Lukas 4:31-37), menyembuhkan ibu Mertua Simon Petrus (Lukas 4:38-41), menyembuhkan orang yang sakit kusta (Lukas 5:12-16), menyembuhkan orang lumpuh (Lukas 5:17-26), menyembuhkan orang pada hari sabat dan banyak orang lainnya (Lukas 6:6-11 dan 17-19), pengajaran-pengajarannya yang luar biasa melebihi para rabi dan nabi yang pernah ada sebelumnya (Lukas 6: 17-9:9), menyembuhkan hamba seorang perwira di Kapernaum (Lukas 7:1-10), membangkitkan seorang anak muda di Nain (Lukas 7:11-17), meredakan angin ribut (Lukas 8:22-39), membangkitkan anak Yairus dan menyembuhkan seorang perempuan yang sakit pendarahan (Lukas 8:40-56) dan memberi makan lima ribu orang (Lukas 9:10-17).

Setelah melakukan begitu banyak karya baik bagi masyarakat dan perbuatan ajaib kepada yang membutuhan barulah Yesus bertanya kepada murid-muridnya: Beta ni sapa, bukan ko beta na ( dialek Kupang Siapakah saya, bukan siapa lagi kalau bukan saya, dalam nada kesombongan, keangkuhan atau semacamnya).

Jadi disini Yesus membuat pertanyaan dan bukan membuat pernyataan tentang diriNya: "Beta ni sapa, dan bukan ko beta na".
Beta ni sapa?
Pertanyaan Yesus: "Beta ni sapa" (siapakah saya) kepada para muridNya mengindikasikan bahwa Yesus bukan ingin mau menonjolkan diriNya atau mau mengklaim semua hal baik yang telah dilakukannya, tetapi lebih kepada apakah para murid telah sungguh-sungguh mengenalnya atau tidak? Bukan ko beta na!

Yesus sama sekali tidak membuat peryataan dalam kisah ini. Dan hal ini bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak terutama para pemimpin (dalam segala tingkatan termasuk pula para legislatif, dan bahkan caleg) yang telah duduk dalam tampuk kekuasaan atau kursi yang nyaman dan atau yang masih mau berjuang merebutnya.

Walaupun Yesus telah banyak melakukan karya bagi masyarakat di mana pun ia temui; melakukan banyak mujisat dan tanda ajaib, Yesus tidak menyombongkan diri atau mengklaimnya untuk supaya Dia lebih dihormati lagi (Ko beta na). Sama sekali tidak demikian dan jauh dari pemikiran semacam itu.

Dalam praktek mungkin banyak orang kecewa dengan orang-orang yang sebelum berkuasa dan atau telah duduk di kursi empuk, yang nampaknya hanya pandai beretorika dan pandai menjual "diksi-diksi wao dan heboh", sehingga mereka didukung dan dipilih , tetapi setelah meraih kekuasaannya dan duduk di kursi empuknya, lupa kepada janji-janji kampanye, lupa kepada mereka yang berjuang dengan susah payah bersamanya, lupa kepada janji-janji moral yang memikat masyarakat, dan pada puncaknya adalah ia lupa diri alias kacang lupa kulit.

Seorang pemimpin sejati dinilai dari apa yang dibuatnya bukan dari apa yang dijanjikannya (bukan pula apa yang diwacakannya, apa yang dikhayalkannya, bukan apa yang diretorikannya).

Pada masa kampanye dan sampai pada tahun-tahun pertama, kedua dan mungkin masih juga pada tahun ketiga, ketika seorang pemimpin ngomong atau yang dibicarakannya, maka orang-orang dan para simpatisan mungkin masih mendengarnya, karena masih terbawa euforia kemenangan dan euforia perubahan yang dijanjikan. Akan tetapi dan ini yang harus diwaspadai oleh para pemimpin dan masyarakat banyak yaitu pada tahun terakir kepemimpinannya orang-orang akan menilai apakah ia pembohong atau tidak.

Semua orang akan menilai seorang pemimpin apakah hanya pandai berjanji, tetapi realisasinya nol kaboak. Apakah seorang pemimpn hanya pandai mencitrakan diri lewat kata-kata dan program-programnya, tetapi sesungguhnya jauh dari harapan dan kenyataannya.

Apakah seorang pemimpin pandai melihat dan menghargai bukan saja kata-katanya sendiri, tetapi rasa setia kawan kepada semua orang yang pernah mendukungnya?

Jika tidak demikian, maka jelas orang akan menilai bahwa seseorang pemimpin layaknya seperti kacang lupa kulit. Satu persatu orang-orang yang pernah mendukungnya akan menggerutu dimana-mana dan akan meninggalkannya sambil mencacinya, karena kecewa dan menuduhnya adalam munafik dan pembohong. Orang akan mencap "omong lain bekin lain", bilang jujur tetapi ternyata penipu. Mungkin yang tersisa hanya para pendukung setia dan fanatiknya yang rela tenggelam bersamanya di dalam kapal yang menuju karam.

Pemimpin semacam ini bagaikan seorang gadis cantik aduhai dan penuh pesona yang bisa menarik perhatian banyak orang untuk mengaguminya, bahkan seakan ia bisa menyihir dan menghipnotis banyak orang untuk hanya memberi perhatian padanya; dan atau menjadi menjadi pembicaraan dimana-mana, tetapi setelah mengenalnya lebih dekat, ternyata ia tidak secantik penampilannya, tutur katanya, janji-janjinya.
Berbeda dengan itu semua, Yesus tidak mulai dengan janji-janji muluk atau makan puji dengan gambaran dirinya, tetapi Yesus mulai dengan karya kecil hingga besar yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat, dan pada akhirnya orang lain yang menyatakan siapa diriNya.

Sehingga ketika Yesus mengajukan pertanyaan dalam Lukas 9:20 "menurut kamu siapakah Aku ini?" Petrus dengan tegas dan tanpa ragu menjawab Yesus adalah "Mesias dari Allah".

Dari sisi yang lain pertanyaan Yesus ini sebagai rasa ingin tahu dan Ia ingin mendengar langsung dari mulut para muridNya, yang ada bersama-sama dengaNya, sampai sejauh mana mereka mengenal diriNya.

Waktu Yesus tanya, menurut kamu sendiri, siapakah Aku, dari 12 murid hanya Petrus yang jawab. Memang biasa kalau jawab rame-rame semua berani tetapi kalau sudah tunjuk satu-satu orang mulai hati-hati karena takut salah. Semasa kuliah dulu (bahkan sampai saat ini saya jadi dosen dan berdasarkan pengalaman mengajar) kalau dosen tanya sebuah pertanyaan, maka para mahasiswa lebih suka jawab rame-rame, tetapi waktu diminta satu-satu menjawab, tidak ada yang berani. Kali ini Petrus langsung menjawab, Mesias dari Allah. (bdk Matius 16:13-20 dan Markus 8:27-30).

Pertanyaan ini penting, oleh karena, sebelumnya Yesus memberi makan 5 ribu orang. Kemudian, Yesus selanjutnya menyampaikan tentang penderitaanNya.

Kalau tidak kenal sungguh-sungguh, maka mereka hanya mau ikut Yesus waktu banyak makanan dan waktu Yesus penuh kuasa dan waktu senang-senang, tetapi waktu Yesus menderita apalagi mati, mereka akan lari meninggalkanNya.

Pengakuan Petrus ini menunjukan bahwa Yesus sesungguhnya adalah Mesias yang dinantikan ribuan tahun. Pengetahuan ini belum umum pada waktu itu. Oleh karena itu Yesus melarangnya untuk memberitahukan hal tersebut kepada khalayak ramai, karena murid-murid akan menghadapi bahaya.

Pengakuan Petrus itu juga menunjukkan bahwa Yesus lebih dari seorang Rabbi atau Nabi biasa. Yesus lebih dari seorang Rabbi dan Nabi, karena pengajarannya yang luar biasa, retorikaNya yang berisi dan bermakna, kuasaNya yang bisa menyembuhkan orang sakit dan membangkitan orang mati.

Pertanyaan Yesus ini juga mengindikasikan bahwa apakah para murid yang diutus menjadinya saksiNya dan untuk mewartakan Kerajaan Allah di dunia ini, benar-benar mengenal diriNya atau tidak. Prasyarat menjadi saksiNya adalah pengenalan terhadap Yesus secara sungguh-sungguh.

Siapakah Yesus menurut para pembaca modern yang budiman? Jawabannya mungkin beragama karena akan lahir dari pandangan tentang Yesus sangat beragam pula dari pengalaman pribadi masing-masing. Dan mungkin saja gambaran kita tentang Yesus tidaklah cukup untuk menggambarkan siapa Dia karena tidak ada kata-kata yang cukup, tidak ada simbol yang cukup, tidak ada buku yang cukup menguraikan tentang Yesus, oleh karena Dia adalah Allah yang sangat luar biasa. Kita sangat terbatas untuk memahami siapa Yesus.

Satu hal yang perlu digaris bawahi dari pesan kisah ini menurut Injil Lukas bahwa kalau orang salah memahami Yesus (Yesus disangka Elia, Yohanes Pembaptis, atau seorang nabi yang bangkit), maka tugas kita untuk membertahukan mereka tentang Yesus yang kita iman bahwa Yesus adalah Mesias, Tuhan dan Juruselamat dunia. Kesaksian itu bisa nampak dalam kata-kata maupun perbuatan. Dan janganlah kita sebagai saksi kristus orang membuat orang-orang tambah bingung dengan teologi dan pernyataan yang aneh-aneh.

Simon Petrus tidak hanya membuat suatu pengakuan umum mewakili para murid atau orang banyak pada saat itu, tetapi sekaligus juga sebagai suatu pengakuan pribadinya. Pengakuan pribadi ini penting, oleh karena iman menuntut pengakuan secara pribadi pula dari tiap-tiap orang. Pada waktu kita dibaptis, orang tua kitalah yang mengaku, tetapi pada waktu kita sidi, atau nikah, atau menerima jabatan tertentu dalam gereja dan masyarakat, maka masing-masing kita akan mengaku secara pribadi. Oleh karena pertanggungjawaban akan berlangsung masing-masing, tidak bisa secara simbolis, tidak bisa ada perwakilan. Dan pertangung jawaban itu akan menuju puncaknya pada hari penghakiman.

Pengenalan kita tentang Yesus mesti lahir dari pengalaman pribadi, pengalaman hidup berjalan bersama Yesus dan pada akhirnya kita juga seperti Petrus akan mengaku bahwa Yesus adalah Mesias dari Allah. (*)

Lebih baru Lebih lama